Kurang lebih 108 tahun yang lalu masyarakat Lombok/Suku Sasak pernah diperintah oleh Anak Agung Karang Asem, dengan pusat pemerintahannya di Kota Cakranegara. Maka pada saat itu pula masyarakat ETNIS SUMBAWA TALIWANG sudah mulai menetap pada suatu wilayah yang bernama Dusun Pringgasari (Sekarang Pringgasela).
Masyarakat Dusun Pringgasari pada saat terjadinya perang Bali-Lombok yaitu perang antara masyarakat Suku Sasak dengan Anak Agung Karang Asem Cakranegara. Konon masyarakat Dusun Pringgasari ikut aktif dalam perang tersebut dan sangat terkenal gagah dan berani sehingga pada Era Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia yang tercatat sebagai pahlawan kusuma bangsa.
Pada masa Pasca Perang Bali-Lombok Masyarakat Dusun Pringgasari banyak hijrah/kembali ke Pulau Sumbawa, akan tetapi oleh tokoh-tokoh masyarakat Lombok tidak merestui hal tersebut dan sebagai rasa kesetiakawanan masyarakat Dusun Pringgasari dianjurkan membuka lahan garapan perladangan disebuah kawasan hutan bernama “GAWAH RUMPUN KESAMBIK” dan versi lain dikatakan “GAWAH KESAMBIK BEREMPUNG” yang artinya Hutan Kesambik Berumpun.
Sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat pada saat itu, maka banyak diantara masyarakat Dusun Pringgasari yang berepok (bermukim pada lahan garapan secara terpencil) sehingga dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama terbentuklah sebuah dusun yang dinamai “Dusun Rempung Kesambik”.
Mengingat perkembangan Dusun Rempung Kesambik sangat pesat dan letaknya yang sangat strategis maka oleh Pemerintah Kolonial Belanda merestui terbentuknya sebuah desa dan tepatnya pada tahun 1913 resmi menjadi “Desa Rempung” dan sejak saat itu pulalah terpisah dari Desa Pringgasari (Pringgasela).
Sejak berdirinya Desa Rempung sampai saat ini sudah dipimpin oleh 8 (Delapan) orang Kepala Desa yaitu :
NO |
NAMA KEPALA DESA |
PERIODE |
1 |
Bapak Seri Jaman (Alias H. Sulaeman) |
1913-1920 |
2 |
Bapak Djaenap |
1921-1927 |
3 |
Muh. Nur Alias H. Muhammad Munir |
1927-1951 |
4 |
Muhammad Arif |
1952-1975 |
5 |
Ubaidullah |
1976-1987 |
6 |
Mawardi, AR. |
1989-1997 |
7 |
Hamzah |
1997-2005 |
8 |
Umar Ubaid |
2005-sekarang |
Sebagai bukti sejarah bahwa masyarakat Desa Rempung sampai saat ini di dalam berkomunikasi sehari-hari mempergunakan Bahasa Sumbawa Taliwang.[1]
Foto Lama Masjid Jamiq Nurul Yaqin Desa Rempung
Pada Tahun 2016 untuk pertama kali dalam kurun waktu satu abad lahirnya Desa Rempung. Pemerintah Desa Rempung menggelar kegiatan Pekan Apresiasi Seni dan Budaya Desa Rempung. Salah satu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah Rembuk Desa. Rembuk Desa bertemakan “Menggali Akar Budaya Desa Rempung Sebagai Sumber Inspirasi dan Motivasi Dalam Membangun Desa”. Rembuk Desa Tersebut dihadiri oleh Tokoh-Tokoh Masyarakat Desa Rempung lintas generasi baik yang berada di Desa maupun diluar Desa (Diaspora) serta Budayawan NTB sebagai Narasumber sekaligus Pembanding Sejarah. Tujuan diadakannya Rembuk Desa adalah untuk menyepakati secara kultur dan ilmiah hari jadi atau hari lahirnya Desa Rempung. Kegiatan yang diadakan pada tanggal 22 Oktober 2016 atau bertepatan dengan tanggal 21 Muharram 1438 H tersebut telah menyepakati bahwa Hari Jadi Desa Rempung jatuh pada tanggal 27 Muharram 1332 H.,atau bertepatan dengan tanggal 27 Desember 1913 M.
Atas dasar Konsensus tersebut untuk pertama kalinya perayaan Hari Jadi Desa Rempung ke-106th yang jatuh pada tanggal 27 Muharram 1438 H/27 Oktober 2016 diadakan.